Suara mesin jahit
menderu-deru ditengah rumah mungil di gang sempit. Cuaca panas ibukota membuat
rumah dengan ventilasi terbatas itu semakin pengap. Namun Mama tetap mengayuh
mesin jahitnya demi menyelesaikan pesanan jahitan langganannya, karena kalau
tidak diselesaikan sekarang, tidak ada tambahan uang, dan siap-siap saja
menikmati makan malam dengan lauk seadanya.
Di kamar, aku sibuk membuka-buka majalah wanita, mencari
model baju untuk acara pensi dan wisuda kelulusan SMA ku. Alhamdulillah aku
masuk dalam jajaran 5 besar murid dengan nilai UN tertinggi. Dan di acara
kelulusan nanti aku harus memakai baju kebaya. Aku ingin terlihat cantik di
acara kelulusan nanti. Mataku terantuk pada model kebaya di majalah yang aku
baca. Kebaya modern berwarna putih dengan pita warna pink dibagian pinggang,
dipadu dengan rok batik panjang.
“Ma, lihat! Kebayanya bagus kan? Ma, bikinin dong kebaya
seperti ini buat acara kelulusan nanti.” Kataku setengah merajuk.
Mama mengambil majalah itu dari tanganku. Mama menghela
nafas.
“Dinda, ini kainnya mahal...uang Mama tidak cukup buat beli
bahan semahal ini. Bagaimana kalau menyewa saja ya? Paling Cuma 75 ribu.”
Aku cemberut. “Gak mau..kebaya seperti itu sudah pasaran. Warnanya
jelek. Teman-teman Dinda aja beli kebayanya di butik."
“Dinda kamu kan tahu sendiri, penghasilan Mama dari menjahit
berapa. Belum lagi adikmu yang sebentar lagi mau masuk SMP..”
“Kalau saja Papa masih hidup...” Mataku mulai berair
“Dinda...”
Aku tak berkata apapun lagi. Aku hanya kembali masuk kamar menelungkupkan
tubuhku di kasur dengan perasaan sedih dan kecewa. Ku dengar suara langkah Mama
mendekatiku dan kurasakan belaian Mama di rambutku sambil berkata lirih.
“Sabar ya Nak, nanti Mama akan usahakan
membuat kebaya yang kamu mau.”
3 Hari berlalu. Namun tak ada
tanda-tanda Mama menjahitkan kebaya yang aku inginkan. Dan bila aku bertanya
Mama selalu manjawab “sabar ya sayang..”.
Aku sudah pasrah dan tidak mau berharap banyak. Aku sudah terbiasa dengan
keadaan ini, terbiasa hidup tanpa seorang ayah, terbiasa hidup pas-pasan.
Untuk mengobati kekecewaanku, aku
menginap dirumah Jelita sahabatku. Orang tua Jelita pergi keluar kota dan
memintaku menemaninya semalam di rumahnya. Kamar Jelita begitu indah dan luas,
berbeda dengan kamarku yang sempit. Dadaku terasa sesak kala Jelita
memperlihatkan kebaya yang akan dipakainya di acara kelulusan nanti. Kebaya
warna pink begitu indah dan elegan dengan taburan manik-manik. Aku ingin
menangis, tapi aku tahan sekuatnya. Aku tak ingin Jelita melihat kesedihanku.
Aku pulang ke rumah pukul 9 pagi.
Namun rumah begitu sepi. Biasanya jam segini sudah terdengar suara mesin jahit
Mama. Aku membuka pintu dan berjalan perlahan masuk kamarku. Sebuah kebaya
warna putih dengan bordir di leher dan pita berwarna pink tersandar di kursi kamarku. Aku terkejut bukan
kepalang. Kebaya itu....kebaya
impianku...
Aku berlari mencari Mama. Dika adikku baru saja keluar dari kamar Mama.
“Mama di kamar Kak, badannya panas
dan kepalanya pusing.” Kata Dika sambil membawa handuk basah.
Mama sakit?
“Dari kemarin Mama jahit kebaya buat
Kakak. Mama pinjam uang ke Tante Sonya buat beli kain kebayanya.”
Jadi Mama...
Jadi Mama...
Tanpa menunggu penjelasan adikku
lebih lanjut, aku masuk kamar Mama.
Mama terbaring lemah. Matanya
tertutup rapat. Aku mendekatinya dan berbaring disamping Mama. Aku membelai
rambut Mama seperti Mama membelai rambutku.
Maafkan Dinda Ma, Dinda sudah bikin susah Mama...Mama jangan sakit, Dinda rela pakai kebaya sewaan itu atau bahkan tak usah pakai kebaya sama sekali..cukup baju yang ada dilemari saja yang akan Dinda pakai..asal Mama selalu sehat..hanya Mama yang Dinda miliki...
Maafkan Dinda Ma, Dinda sudah bikin susah Mama...Mama jangan sakit, Dinda rela pakai kebaya sewaan itu atau bahkan tak usah pakai kebaya sama sekali..cukup baju yang ada dilemari saja yang akan Dinda pakai..asal Mama selalu sehat..hanya Mama yang Dinda miliki...
Aku mencium pipi Mama. Lelehan air
mataku mengenai wajah Mama. Mama terbangun, membuka matanya. Mama menghapus air
mataku.
“Kenapa nangis sayang? Jelek ya,
kebaya buatan Mama?”
Aku menggeleng. “Enggak Ma, Bagus sekali...kebaya terindah yang pernah Dinda lihat...”
Mama tersenyum. Matanya terpancar
binar bahagia.
“Kamu akan jadi putriku yang
tercantik di acara kelulusan nanti.”
Air mataku mengalir tanpa henti.
“Dan Mama adalah Mama terbaik yang
aku punya. Aku cinta Mama...selamanya.. di hidup Mama. “Bisikku.
Dan akupun terbuai dalam rengkuhan
pelukan Mama...
Note: cerita untuk blog #SabarGan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar