(Sumber gambar:www.pixoto.com/ar.dian.18 )
Apa hendak dikata, desa ini terlalu elok
untuk ditinggalkan. Hamparan sawah hijau yang bak rumput raksasa menyelimuti
pebukitan. Sungai jernih meliuk-liuk bagai ular memotong
pesawahan. Anak-anak dengan celana melorot asyik berlari mengejar capung. Petani yang
memanggul cangkul semangat menuju sawah siap menjemput rizki. Ibu-ibu yang asyik
menyapu halaman dan menyambangi tukang sayur yang lewat. Dalam hitungan detik
tukang sayur seperti bak selebriti yang dikerubuti fans-fans nya yaitu
ibu-ibu.Sambil memilih-milih sayuran , tak lupa gosip yang disiarkan secara
langsung dari mulut para ibu yang tak kalah hebohnya dengan presenter cantik di
tv. Sedang asyik-asyiknya bergosip seketika
pandangan ibu-ibu beralih dari sayur ke wajah cantik mengenakan seragam putih
abu-abu yang lewat dan menyapa mereka.
“Pagi ibu-ibu!Asyik banget belanjanya.” sapa wajah bening dengan pipi yang merona dan senyum manisnya. Rambutnya yang hitam
panjang diikat kuda bergoyang-goyang kesana-kemari.
“Eh, neng Asih..mau sekolah? Rajin sekali pagi-pagi sudah berangkat..” tanya si ibu berbadan gendut.
“Ya iya dong bu ke sekolah, masa ke sawah?” Gadis itu terkekeh sambil
melanjutkan perjalanannya.
Si Ibu berbadan gendut berdecak .”Gak
kerasa ya si Asih udah gede. Udah gadis, cantik lagi.Tinggal nunggu dilamar aja
pasti banyak yang mau tuh!”
“Hush, masih anak-anak ah, masih
sekolah.” ujar Ibu yang rambutnya penuh dengan roll sambil sibuk memilih sayur.
“Ahh..18 tahun mah udah gede atuh, si
Mimin aja umur 17 tahun udah nikah .”
“Eleeuuuhhh...si ibu teh..gimana
ini..Jadi gak belanjanya? gosip melulu...”Potong si mang sayur diiringi celotehan
ibu-ibu yang menawar .
Akhirnya Kinasih sampai dirumah besar
Nyonya Melati. Rumah dengan pekarangan yang luas sebesar lapangan badminton
dipenuhi tanaman aneka warna dan bunga-bunga anggrek bulan kesukaan Nyonya.
Nyonya sedang sibuk mengawasi petani yang mengepak sayuran hasil kebun yang akan dijual ke kota. Sejak
suaminya meninggal, Nyonya yang mengambil alih perkebunan dan pesawahan milik suaminya.
Melihat Asih, senyum di wajah Nyonya
mengembang. Tangannya melambai ke arah gadis itu.
“Sini, Asih, ada apa? Pagi-pagi sudah
datang kemari. Tidak datang bersama Abahmu?”
Nafas Asih masih ngos-ngosan .”Maaf
Nyonya, Asih kemari mau mengabarkan Abah sakit gak bisa kerja. Minta istirahat
sehari. Boleh ya Nyonya?’
Wajah Nyonya berubah khawatir
“Abah sakit? Sakit apa? Abahmu itu
emang bandel , udah dibilangin kemarin gak usah cuci mobilnya Raka, biar Mang
Dede saja yang nyuci. Eh, dicuci juga. Jadi kecapean.”
Raka?
Kaka sudah pulang? Raut wajah Asih berubah. Matanya yang
bulat berbinar dan mulutnya terbuka memperlihatkan gigi kelincinya yang besar.
“Kaka ada disini ? Beneran Nyonya? Kaka
sudah pulang?“
Asih merasakan ada yang menarik
rambutnya. Ihh..jail banget..! Asih
menoleh kebelakang. Raka tertawa terkekeh. Sosok pemuda yang selalu
mengantarnya naik sepeda ketika Asih masih SD, mengajarkannya matematika dan
bahasa Inggris, mengajarkannya menangkap capung dan menemaninya bermain di
sungai .
Tidak terasa sudah 5 tahun berlalu sejak
Raka kuliah di Bandung dan jarang pulang ke Desa. Sekarang Asih melihat sosok
Raka yang dewasa, lebih tinggi, dadanya bidang dengan bintik-bintik halus
menghiasi dagunya. Alis tebal dan kacamata yang dari dulu tidak berubah. Jadi makin ganteng..
“Heh, kok bengong? Dari kemarin aku udah
pulang. Kamu nya aja sok sibuk. Eh, selametin Kaka dong..udah lulus nih...jadi
sarjana.” Kata Raka sambil mengacak-acak rambut Asih. Ah, gadis ini sekarang
tambah .. cantik. dan ngangenin..
Asih meloncat-loncat seperti anak yang
baru dapat undian.
“Kakaaa....selamat yaa Kaa..”Asih
menggenggam tangan Raka erat dan menggoncang-goncangkannya antusias.
Nyonya hanya tersenyum dan geleng-geleng
kepala , wanita itu kembali dengan kesibukannya.
Raka teringat sesuatu “ Masuk yuk, ada
oleh-oleh buat kamu dan Abah.” Raka memegang tangan Asih dan mengajaknya ke
dalam rumah.
“Kak, Asih kan mau sekolah sebentar
lagi. Nanti telat.”
“Nyantai aja..nanti Kaka antar kok.”
Kata Raka sambil mengedipkan matanya.
Asih masih kelihatan ragu..tapi aahh...biarin telat juga, lagipula Asih
penasaran hadiah apa yang akan diberikan Raka padanya.
Raka mengambil bungkusan yang sudah
disiapkannya di atas meja dan menyerahkannya pada Asih.
“Boleh dibuka skarang Ka?”
Raka
tersenyum dan mengangguk.
Asih langsung merobek bungkusan
berbentuk kotak itu. Mulut Asih ternganga dan matanya yang bulat membesar .
Sepatu olah raga warna ungu! Warna kesukaan Asih. Kok Raka tahu ya,aku lagi
butuh sepatu olahraga? Dan satu lagi, sebuah jam tangan warna hitam untuk Abah.
“Kata Mama kalo mau bawa hadiah untuk
kamu, bawakan saja sepatu olahraga warna ungu no 37.” Raka membaca pikiranku.
“Kaka..Makasih yaaa...”Asih terharu.
Nyonya dan Raka memang keluarga yang baik. Sudah berpuluh tahun Abah bekerja
sebagai mandor di perkebunan sejak Tuan masih hidup. Ambu Asih sudah lama meninggal
ketika Asih masih kecil, sejak itu sepulang sekolah Asih selalu bermain di
rumah Nyonya dan Asih sudah dianggap seperti anak sendiri di keluarga itu.
Suara berdehem mengagetkan mereka
berdua. Di ambang pintu berdiri gadis cantik dengan warna rambut panjang agak
kemerahan, kaos oblong dipadu celana jeans selutut dan sepatu kets warna oranye.
Keringat bercucuran di wajahnya yang putih. Asih melihatnya seperti salah satu
personel girlband..hmm...siapa ya...
“Ternyata asyik juga ya kalau jalan-jalan
pagi di desa ini. “ Gadis itu menyeka
wajahnya dengan tissue dan memandang Raka dan Asih yang terpaku.
”Lho kok, diem aja? Raka, ini adik kamu
bukan? Kenalin doong..”
Asih mengerutkan keningnya. Adik? Ya..kelihatannya memang Raka hanya
menganggapnya adik
Raka kelihatan salah tingkah. “ Asih,
ini Imelda teman kuliah Kaka di Bandung. “
“Lebih tepatnya pacar.” Lanjut gadis
berkulit putih itu tersenyum penuh arti.
Asih menatap Raka dan Imelda
bergantian. Hatinya sedikit bingung. Kaka
udah punya pacar? Entah kenapa dada Asih terasa sesak membuncah .
“Asih.” Mengulurkan tangan disambut
Imelda dengan senyum agak dipaksa. Asih merasakan suasana yang kaku dan tidak
nyaman diantara mereka..
“Maaf ya, Asih harus sekolah nanti telat
.Makasih hadiahnya ya Ka.”
“Aku antar ya!” Seru Raka
“Gak usah Ka.” Asih buru-buru keluar dan
berlari.
Malam terasa begitu dingin. Suara tokek
dan jangkrik bersaut-sautan seolah sedang berduet disaksikan bulan yang
bercahaya sempurna. Abah duduk diteras sambil tak henti-hentinya mengagumi jam
pemberian Raka yang menempel di tangannya. Sesekali memijit kakinya yang masih
pegal dan melirik Asih yang terduduk
termenung di atas pohon jambu memandangi
sawah-sawah dan gunung yang samar-samar terlihat, kelabu, hanya dibantu
penerangan oleh cahaya bulan . Begitu meneduhkan tapi tidak begitu dengan
hatinya yang galau.
‘Asih, ayo turun, sudah malam. Masa anak
perempuan nongkrongnya diatas pohon.”
Asih cuma menengok Abahnya sebentar dan
melanjutkan memandangi pesawahan.
Abah menghela nafas. Sedari pulang
sekolah putrinya ini sudah terlihat gundah. Asih pasti sedang memikirkan anak
lelaki Nyonya yang baru pulang dari
Bandung. Abah tahu persis perasaan putrinya. Dari kecil Asih sayang sekali pada
Raka. Raka yang selalu mengantar Asih sekolah dengan sepeda, membantunya
mengerjakan PR, menemaninya bermain di sungai karena khawatir Asih tidak bisa
berenang. Rasa sayang seorang adik pada
kakaknya.Namun perlahan rasa sayang itu mulai berubah sejak Raka kuliah di
Bandung. Suatu ketika Abah mendapati putrinya sedang mencium surat-surat dan
foto yang dikirim Raka. Asih menempel foto Raka di buku diarinya dan
disimpannya di dalam lemari. Abah sadar kalau putrinya sudah mengenal yang
namanya cinta...
Akhirnya Asih turun dari pohon . Asih
mendekati abah dan merebahkan kepalanya di dada ayahnya. Abah mengelus kepala
putrinya dengan sayang. Putrinya yang sudah dewasa, manis seperti mawar putih
yang baru mekar..cantik seperti almarhum ibunya. Sudah banyak pria di desa yang
berniat melamar putrinya. Namun abah tolak. Abah ingin Asih menyelesaikan sekolahnya
dulu dan menggapai cita-citanya.
“Abah, Kaka sekarang udah punya pacar.
Kata Mang Dede, minggu depan mereka akan bertunangan .”
Abah tersenyum. “Mungkin sudah jodohnya
Raka, Asih.”
Abah merasakan dadanya hangat dan basah.
Asih mengangkat kepalanya, menatap wajah tua yang sudah banyak kerutan
disana-sini, dan jenggot yang sudah memutih dengan matanya yang bening bak kaca dan pipi yang merona basah oleh air
mata.
“Iya, Imel memang cocok dengan Kaka.
Cantik, pintar..Lagipula siapa Asih..Asih kan bukan lulusan universitas
terkenal, bukan anak orang kaya..”
Abah sudah tahu perasaan Asih. Abah
menghapus pipi Asih yang basah dengan rasa sayang.
“Sabar ya Asih, Insya Allah jodohmu
pasti akan datang. Abah yakin suatu saat
akan datang pria yang baik, bertanggung jawab dan mencintai kamu dengan tulus.”
Ujar Abah berharap ada secuil senyuman muncul dari bibir putrinya. Asih menyeka
air matanya yang tersisa, tersenyum dan kembali merebahkan kepalanya di tempat
favoritnya dari kecil ......pelukan Abah.
Hari itu dirumah besar Nyonya sibuk
sekali. Mang Dede sibuk mengelap mobil Nyonya sampai mengkilap. Nyonya sibuk
mondar-mandir, mematut diri di cermin, mengenakan kebaya warna hijau tosca, rambut
disanggul rapi. Asih menyematkan bunga artificial di sanggul Nyonya. Nyonya
tampak anggun sekali.
“Duh, makasih ya Asih, untung ada kamu
nak,ternyata kamu pinter ya ngedandanin orang” Nyonya mencubit pipi Asih.
Asih menyeringai “ Beres, sekarang
Nyonya sudah cantik sekali.”
“Sih, coba lihat Raka sudah siap belum.
Dari tadi masih dikamar, gimana anak itu,
mau tunangan tapi belum juga ganti baju.”
Wajah Asih berubah sendu., Ya,hari ini pertunangan Raka dan Imel..
Asih melangkah mendekati kamar Raka. Pemuda itu masih berdiri di depan
cermin dengan tangan yang masih sibuk memutar dasinya sesekali mendengus kesal
karena tidak selesai juga memasangkan dasi.
“Sini Ka, Asih pasangin dasinya.”
Raka membalikkan badannya. Asih
mendekat, meraih dasi yang masih terjuntai di leher Raka dan dengan cekatan
menyimpulkannya. Tubuh mereka, wajah mereka begitu dekat. Asih bisa merasakan
deru nafas Raka dan tatapan mata Raka yang..sulit ditebak. Asih mengigit
bibirnya, menahan rasa yang sulit untuk diungkapkan, menahannya untuk tidak
menangis. Menahan rasa yang menggelegak di dadanya. Lelaki ini..sebentar lagi akan dimiliki orang lain..bukan dirinya.
Tiba-tiba Raka menggenggam tangan Asih
dengan tangan kanannya.Terasa hangat.
“Asih, makasih ya..” Bisik Raka.
Asih mengangguk, dan memaksakan diri
untuk tersenyum. Matanya mulai berair namun berusaha menyembunyikannya
“Selesai, Kaka sekarang sudah ganteng
deh. Pasti Ka Imel terpesona melihatnya.”
Raka tersenyum kecut. Asih sudah tak
tahan lagi. Dia cepat-cepat keluar dari kamar itu dan terasa air matanya
meleleh. Asih dengan cepat menyeka pipinya meninggalkan Raka yang masih
mematung dan memandangnya pergi..
Raka merasakan tangan lembut menyentuh
bahunya. Tangan Nyoya yang memandang wajahnya dengan pandangan serius.
"Kamu yakin dengan keputusanmu?" Tanya Nyonya.
Raka tidak menjawab. Hanya mengangguk.
"Kamu yakin dengan keputusanmu?" Tanya Nyonya.
Raka tidak menjawab. Hanya mengangguk.
“Kamu bisa membatalkannya kalau kamu
ragu.”Ujar Nyonya.
Raka menggeleng kuat.-kuat “ Gak bisa Ma,
Raka sudah banyak berhutang budi pada keluarga Imel.”
“Banyak cara untuk membalas budi Raka. Mama
hanya tidak mau kamu menyesal..” Mama membelai pipi putranya dan melangkah
pergi.
Apa hendak dikata, desa ini terlalu elok
untuk dipandang. Asih duduk di rumput yang basah. Gemericik air sungai
terdengar begitu menenangkan. Suara kerbau melenguh sayup sayup. Asih membelai
sepatu ungunya...sepatu dari Raka. Matanya sembab karena menangis. Matanya
memandang sungai dan hamparan sawah didepannya. Asih memejamkan matanya. Raka dan
Nyonya sudah pergi ke Bandung menemui keluarga Imel. Asih hanya bisa memandangi
mobil Raka yang pergi menjauh. Hati Asih terasa remuk, hampa, sebagian jiwanya telah pergi. 5 tahun Asih
menunggu Raka, dan akhirnya harus merelakan pujaan hatinya bersanding dengan
wanita lain. Hanya genggaman tangan dan tatapan mata Abah yang menguatkan dan
menyadarkannya, bahwa ini terjadi, dan Asih harus ikhlas menerimanya.
Beningnya air sungai membuat Asih
bangkit ,membuka sepatu ungunya dan melangkah menuju sungai. Asih menjerit
ketika kakinya merasakan dinginnya air sungai, dingin seperti air es. Beberapa
ikan kecil berseliweran dan mengenai kakinya, membuat Asih tertawa geli dan
melupakan sejenak kesedihannya.Asih mencoba menangkap ikan-ikan kecil itu,
namun binatang itu terlalu gesit dan lincah.
Suara tawa terdengar di seberang sungai,
membuat Asih mengerutkan keningnya dan menoleh.Jantungnya serasa berhenti dan tak
percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Raka.!”
Masih mengenakan jas hitam, dasi lengkap
Raka melangkah ke bibir sungai. Wajahnya tersungging senyuman lebar. Asih
mengucek matanya. Apakah ini mimpi?
“
Ckckck..kamu tuh udah gede, masih aja main di sungai, nangkep ikan.” Ejek Raka.
“Ka..”
Raka hanya tersenyum dan melipat tangannya
"Harusnya Kaka di Bandung kan? Bersama Kak Imel.."
"Harusnya Kaka di Bandung kan? Bersama Kak Imel.."
Raka hanya mengangkat bahunya. “ Aku gak jadi tunangan.”
Mata Asih terbelalak, Kaka gak jadi tunangan?
Raka tersenyum dan memandang Asih dengan
tatapan yang berbeda. Bukan tatapan seorang Kakak pada adiknya. Tapi tatapan
seorang lelaki pada seorang gadis yang dicintainya..
“Bukan jodohnya mungkin..” Lanjut Raka.
Asih masih melongo, mulutnya menganga
membuat Raka gemas ingin mengatupkan mulut mungil itu .
“Eh, malah melongo..tutup mulutnya tuh,
ntar lalat masuk lho!”
Asih nyengir “Ah, Kaka sok tahuu..emang
Kaka sudah tahu jodohnya siapa?”
Raka
memandang Asih dengan tatapan yang membuat dada Asih berdegup kencang. Raka
mendekat, tangannya meraih tangan Asih yang basah, mengecupnya dengan segenap
jiwanya. Senyum Asih mengembang, tak perlu berkata apapun dia sudah tahu
jawabannya. Raka kembali untuknya...
Mereka
berdua saling bertatapan penuh arti. Tiba-tiba Asih menyipratkan air sungai ke wajah dan
tubuh Raka. Pemuda itu membelalakkan matanya.
“Asih,
ini baju masih baru....kamu tuh yaaa..!”
Raka menggulung celananya, hendak masuk kesungai. Tapi karena terburu-buru Raka terpeleset dan malah tercebur ke sungai. Bukannya menolong, Asih malah tertawa terbahak. Bajunyapun basah terkena cipratan. Raka menggerutu, jasnya basah dan kotor terkena lumpur sungai. Mama pasti marah, ini jas kan mahal. Tapi melihat tawa gadis bergigi kelinci dengan semburan merah dipipi, matanya yang bulat indah, dan rambut basah membuat Raka terpana..aku gak akan ngelepasin senyum indah dan tawa itu, aku gak akan ngelepasin rona merah di pipi itu, dan aku gak akan ngelepasin kamu... Raka tersenyum memandangi Asih yang basah kuyup, tertawa, menatap awan-awan yang berarak dilangit dengan hati mengucap satu janji.. Selamanya, di hidupmu Ka, aku kan selalu jadi kekasihmu..
Raka menggulung celananya, hendak masuk kesungai. Tapi karena terburu-buru Raka terpeleset dan malah tercebur ke sungai. Bukannya menolong, Asih malah tertawa terbahak. Bajunyapun basah terkena cipratan. Raka menggerutu, jasnya basah dan kotor terkena lumpur sungai. Mama pasti marah, ini jas kan mahal. Tapi melihat tawa gadis bergigi kelinci dengan semburan merah dipipi, matanya yang bulat indah, dan rambut basah membuat Raka terpana..aku gak akan ngelepasin senyum indah dan tawa itu, aku gak akan ngelepasin rona merah di pipi itu, dan aku gak akan ngelepasin kamu... Raka tersenyum memandangi Asih yang basah kuyup, tertawa, menatap awan-awan yang berarak dilangit dengan hati mengucap satu janji.. Selamanya, di hidupmu Ka, aku kan selalu jadi kekasihmu..
Sore
hari, desa ini begitu indah, hamparan sawah bak rumput raksasa nan hijau
,Ikan-ikan kecil berlompatan kian kemari, suara canda tawa bahagia dua anak
manusia yang bermain air di sungai, suara kerbau melenguh, suara gemericik air dan...
suara samar isak tangis Sang Nyonya, yang sedang mengintip secara sembunyi-sembunyi,
dibalik pohon, memegang sebuah foto hitam putih, foto dirinya yang masih muda merangkul
seorang wanita yang mirip dengan Asih.Nyonya memandang lamat-lamat foto itu...ah,Minah sahabatku...seandainya kamu
melihatnya.. dengan senyum dan air mata bahagia...
Note: Cerita blog, tema lagu "Sabar" Afgansyah Reza